
Konsep keagamaan tampaknya bukan lagi sebagai perkara yang
bisa dibesar-besarkan dalam kehidupan bernegara masyarakat Indonesia. Agama
lebih dispesifikan sebagai keyakinan pribadi daripada dijadikan sebagai dasar
hukum. Jika dulu sentimen agama begitu kuat melatar-belakangi pandangan
masyarakat terhadap sesuatu, kini masyarakat lebih dewasa dalam memahami
keberagaman di Indonesia. Sebagai contoh, di Jakarta tidak lagi melihat agama
sebagai latar belakang seseorang. Walau beberapa kalangan meluncurkan
pernyataan berbau SARA kepada pasangan Jokowi-Ahok, masyarakat Jakarta bersikap
fair terhadap pemilihan wali kota itu. Hasilnya Jokowi-Ahok, pasangan silang
agama memenangkan pemilu. Jika dulu partai-partai berbasis agama menjadi
pesaing terkuat partai pemerintah, kini partai agama khususnya Islam tidak lagi
memiliki basis yang besar. Kebanyakan hanya mendapat maksimal 5-10% dari total
seluruh suara. Sebuah catatan yang semakin meneguhkan bahwa agama bukan lagi
dijadikan sebagai media fanatisme.
Bahwa agama akan bisa mempersatukan bangsa. Dengan
alasan bahwa masing-masing agama selalu mengajarkan tentang persatuan,
kebersamaan dan tolong menolong, sebagai dasar hidup bersama. Akan tetapi pada
kenyataannya, tidak sedikit konflik yang terjadi antara penganut agama yang
berbeda. Tidak sedikit orang merasakan bahwa perbedaan selalu menjadi halangan
untuk bersatu. Maka Pancasila, dengan sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha
Esa, merangkum dan sekaligus menyatukan pemeluk agama yang berbeda itu. Mereka
yang berbeda-beda dari berbagai aspeknya itu dipersatukan oleh cita-cita dan
kesamaan ideologi bangsa ialah Pancasila. Maka, Pancasila adalah sebagai tali
pengikat bangsa yang harus selalu diperkukuh dan digelorakan pada setiap saat.
Cara mudah untuk
menyatukan bangsa Indonesia ialah memberi pemahaman mengenai arti kebangsaan
yang telah dibangun selama berabad-abad. Bahwa Indonesia merupakan bangsa
majemuk, bangsa plural yang tidak mungkin disatukan suku, budaya atau agamanya.
Pahami pluralisme sebagai pilar kebangsaan agar kehidupan harmonis.
Pluralisme sendiri berasal
dari kata plural yang artinya kemajemukan dan secara terminologis pluralisme
adalah keberadaan sejumlah kelompok orang dalam satu masyarakat yang berasal
dari ras, pilihan politik, dan kepercayaan agama yang berbeda-beda. Pluralisme
dalam Islam memiliki banyak sekali referensi sejarah dalam peradaban islam
awal. Karena setiap penaklukan islam pada periode penyebaran islam, para
pemimpin islam atau khalifah selalu memberikan ruang besar bagi agama lain
untuk berkembang dan para pemeluk agama selain islam diberikan kebebasan untuk
menjalankan agama dan kepercayaanya masing-masing. sehingga menanamkan kembali
kesadaran akan bangsa yang plural dan dalam bingkai pluralisme, selain sejalan
dengan sejarah peradaban islam juga sejalan dengan hakikat kemajemukan bangsa
Indonesia. Karena memang Indonesia terdiri dari bermacam-macam suku, ras,
budaya, suku dan agama. Sesuai dengan Firman Allah dalam Surat Al-Hujurat Ayat
13
ياايّها النّاس انّا خلقناكم مّن ذكر وانثى وجعلناكم
شعوبا وقبائل لتعارف انّ اكرمكم عند الله اتقىكم انّ الله عليم خبير
Artinya: “Hai Manusia,
Sesungguhn ya kami, menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu
saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi
Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Pancasila dianggap sebagai alat pemersatu, karena
berisi cita-cita dan gambaran tentang nilai-nilai ideal yang akan diwujudkan
oleh bangsa ini. Bangsa Indonesia yang bersifat majemuk, terdiri atas berbagai
agama, suku bangsa, adat istiadat, bahasa daerah, menempati wilayah dan
kepulauan yang sedemikian luas, maka tidak mungkin berhasil disatukan tanpa
alat pengikat. Tali pengikat itu adalah cita-cita, pandangan hidup yang
dianggap ideal yang dipahami, dipercaya dan bahkan diyakini sebagai sesuatu
yang mulia dan luhur. Pancasila juga sebagai dasar dan ideologi negara, yaitu
sumber kaidah hukum yang mengatur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),
dan meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar
negara. Pancasila bukanlah tulisan kuno yang harus ditinggalkan.
Implementasi pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara haruslah dijalankan setiap waktu. Implementasi pancasila ini haruslah
diterapkan sebagaimana mestinya, karena pancasila berbicara dalam konteks
universal. Pluralisme (berbagai kebudayaan yang berbeda-beda dimasyarakat) yang
ada di Indonesia harusnya dijadikan sebagai ujung tombak dalam menyatukan semua
golongan. Prinsip BHINEKA TUNGGAL IKA merupakan alat pemersatu bangsa
Indonesia. Bagaimanapun, bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk yang
hidup secara berdampingan. Memang setiap agama pasti memiliki ajaran tentang
gambaran kehidupan ideal, yang masing-masing berbeda-beda. Perbedaan itu tidak
akan mungkin dapat dipersamakan.
Bhineka Tunggal Ika dan
ikrar sumpah pemuda harus dijaga baik di bawah ideologi Pancasila yang
merupakan supremasi hukum tertinggi di NKRI. Keenam agama pun tidak ada yang
menyalahkan ideologi kenegaraan ini. Akan tetapi kini muncul beberapa
kelompok/aliran yang mengancam keutuhan Indonesia sebagai sebuah negara kesatuan.
Mereka berani menginjak-injak lambang negara dan menyalahkan pancasila sebagai
ideologi kenegaraan. Kelompok tersebut menggunakan agama sebagai ‘pokok
perjuangannya’. Padahal hakikatnya tidak ada satu pun agama yang bersikap
anti-toleran dalam melangsungi kehidupan umat manusia. Jika seperti ini, tugas
pemerintahlah yang menyikapinya.
orang Indonesia satu
dengan lainnya saling bertentangan, baik secara ideologi keagamaan, bahasa,
budaya dan lain sebagainya. Antara agama satu dengan lain yang dianut oleh
orang Indonesia memiliki pandangan-pandangan yang berbeda dalam kehidupan. Akan
tetapi semua itu tidak menjadi persoalan bangsa sebab manusia Indonesia
beridentitaskan monopluralistik, artinya memahami dan menerima perbedaan antara
satu dengan lainnya. Ini yang terangkum dalam slogan “bhineka tunggal ika”.
Sebagai contoh ialah
banyaknya aliran atau organisasi keagamaan yang ada di Indonesia. Dalam agama
Islam terdapat organisasi-organisasi atau sekte atau aliran yang mewarnai
kehidupan masyarakat. Kata “Islam” berdefinisikan sebagaimana golongan tertentu
memaknai dari sudut pandang organisasinya. Kontradiksi antara budaya NU dan
Muhammadiyah (dua organisasi Islam terbesar di Indonesia) dalam mengaplikasikan
ajaran agama. Semisal NU menghendaki tahlilan sedang Muhammadiyah tidak. Akan
tetapi perbedaan-perbedaan ini tidak lantas membuat masyarakat Indonesia
terpecah belah. Justru keberagaman itu diartikan sebagai jalan pencarian
kebenaran bersama.
Contoh diatas inilah
merupakan wujud bahwa Bhineka Tunggal Ika merupakan media Pemersatu utama yang
dijadikan landasan bahwa sebagian masyarakat indonesia bersifat majemuk dan
Solusi untuk menjadikan persatuan bangsa indonesia adalah dengan menanamkan
sikap Toleransi pada setiap warga Indonesia, dan memberikan kesadaran pada
seluruh warga untuk menyesuaikan dengan Budaya, Agama, Ras, dan Suku masing-masing.
Created
By: Rif’atul Khoriyah
0 komentar:
Posting Komentar